Astaghfirullah, Diam-diam Berlangsung Festival Film Gay di Jakarta
Ada alasan tersendiri mengapa acara ini sepi dari pemberitaan. Rupanya pihak panitia masih dibayangi rasa takut. Tahun lalu, acara yang sungguh amoral ini sempat diprotes oleh Front Pembela Islam.
"Saya sedang dalam perjalanan ketika menerima pesan SMS dari beberapa teman yang mengatakan bahwa FPI itu memprotes di depan Goethe-Haus," ujar Jeffrey Sirie, kepada thejakartaglobe.com saat menghadiri malam pembukaan festival tersebut di perpustakaan Nasional
"Mereka mengatakan kepada saya untuk tidak datang," tambah Jeffrey mengingat aksi Front Pembela Islam (FPI) setahun lalu.
Untuk menghindari kasus sebagaimana kasus tahun lalu, pihak panitia penyelenggara ditugaskan memasang iklan seminim mungkin dan tidak menunjukkan poster atau spanduk di tempat acara. Mereka juga telah mempersulit pengunjung untuk mengakses jadwal film di situs web kelompok ini yang beralamat di www.q-munity.org, dengan cara meminta alamat e-mail, menerbitkan password dan meminta pengguna untuk menyetujui syarat sebelum memasuki situsnya .
Panitia juga kelihatan menghindari peliputan media sebelum acara pembukaan.
Untuk peserta seperti Jeffrey, suasana tenang itu tidak hanya mengecewakan bagi komunitas LGBT, tetapi juga sebuah komentar putus asa pada keadaan hak asasi manusia di negara itu.
Tiga tahun lalu, festival ini diadakan di bioskop lokal. Untuk tahun ini, acara akan disebar di berbagai tempat budaya.
Menurut John Badalu, pendiri organisasi Q-Munity berharap agar di masa depan, festival seperti ini akan mampu menjangkau khalayak lebih luas, termasuk masyarakat kelas bawah.
Meninaputri Wismurti, mantan wartawan majalah remaja Gadis, mengatakan proses untuk memilih film untuk festival tahun ini dimulai pada Februari. Beberapa pemutaran akan disertai dengan diskusi dengan pembuat film dan Kontras, sebuah kelompok yang berfokus mempromosikan hak asasi manusia (HAM), katanya.
Rusli Eddy, penyelenggara festival film dan mendukung Q! Film Festival sejak tahun 2002, mengatakan acara seperti ini harus terus berjalan, meskipun ada kontroversi.
"Ini adalah festival yang merayakan perbedaan dan toleransi. Tidak peduli seberapa besar atau kecil, perlu untuk terus ditunjukkan pada masyarakat, "ujar Rusli dikutip theJakartaglobe.
Sebagaimana dikutip laman salihara.org, untuk mengembangkan jangkauannya, sejak beberapa tahun yang lalu, film-film seperti ini telah diputar di lebih dari 10 kota di Indonesia dan mengadakan berbagai program lain seperti pameran seni rupa, penerbitan buku dan workshop film.
Saat ini, Q! Film Festival merupakan festival film bertema lesbian dan gay (LGBT) terbesar di Asia.Selain diputar di Salihara, Q! Film Festival juga akan dilaksanakan di CCF Salemba, Erasmus Huis, ruangrupa, Kontras, Kineforum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara. (pz/hidayatullah/j-globe) (EraMuslim)
Inilah Misi Dibalik Festival Film Homoseks Yang Berlangsung di Jakarta
Meski mengadakan sebuah festival yang tergolong amoral, panitia Pantia Q! Film Festival rupanya memiliki pendapat lain.
Dalam rilisnya di situs Komunitas Salihara, salihara.org, panitia mengklaim film ini adalah alternatif tontonan bagi masyarakat. Festival film homoseksual terbesar di Asia ini pun mengaku mempunyai misi mengangkat isu wacana-wacana kemaksiatan seperti Lesbian, gay, dan sebagainya.
“Sebagai satu-satunya festival yang menawarkan film-film alternatif yang tidak biasa diputar di bioskop komersial, Q Film Festival telah berhasil diselenggarakan setiap tahun sejak 2002.
"Selain memberi pilihan tontonan, festival film ini juga memiliki misi untuk berbagi dan mengangkat wacana lesbian, gay, bisexual, transvestites (LGBT)—sebagai bentuk dukungan atas kebebasan berekspresi dan keberagaman orientasi seksual. Selama penyelenggaraannya, Q Film Festival telah memutar lebih dari 800 judul film yang dihadiri oleh sekitar 160.000 pengunjung. Tamu-tamu dari mancanegara; pembuat film, distributor dan penyelenggara festival film pun turut hadir ke perhelatan seni budaya ini."
Seperti dikatakan salihara.org, rangkaian acara ini akan berlangsung tanggal 1-7 Oktober 2011 di Komunitas Salihara, Jalan Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Sampai saat ini belum, terlihat Ormas Islam maupun Kelompok lainnya yang berencana membubarkan acara tersebut. Pada tahun 2010 sendiri, FPI sempat menolak diputarnya film yang diselenggarakan oleh Q Film Festival di beberapa tempat kebudayaan asing di Jakarta, seperti Pusat Kebudayaan Perancis, Goethe Institute, dan Erasmuis Huis. FPI menganggap film yang diputar akan merusak moral dan bertentangan norma agama.
Dewan Pembina Daerah (DPD) DKI Jakarta Front Pembela Islam (FPI) kala itu melaporkan panita penyelenggara Festival Film Q! ke Polda Metro Jaya, Jumat, 1 Oktober 2010.
Menurut Ketua Bidang Nahi Mungkar FPI, Munarman, laporan ini dikarenakan mereka menilai penyelenggara film telah menyebarluaskan pornografi. "Kami akan laporkan dengan pasal UU Pornografi dan UU ITE," ujar Munarman.
Selain itu, menurut Ketua DPD FPI DKI Jakarta, Habib Salim bin Umar Al-Aththas, film yang diputar dalam Q! Film Festival mereka nilai tidak wajar. Dia mengaku telah melihat cuplikan film tersebut. "Saya ada CD cuplikan film itu, durasinya 5 sampai 6 menit. Di situ ada adegan ciuman dan bugil," ujarnya. (pz/dbs)
(EraMuslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar