Seorang wanita suriah yang terluka akibat peluru mortar
REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT - Dengan serbuan peluru
mortar, pasukan Suriah membunuh 200 dan melukai ratusan orang lain di
Homs. Serangan itu terlihat sebagai episode berdarah dalam gejolak yang
telah berlangsung 11 bulan itu, ujar seorang aktivis, Sabtu (4/2).
Serangan keras di Homs, yang lama menjadi titik utama oposisi selama revolusi, terjadi ketika Dewan Keamanan PBB, menyiapkan voting untuk draf resolusi yang mendukung seruan Arab kepada Presiden Bashar Assad untuk menyerahkan kekuasaan.
Pemerintah Suriah, seperti biasa, menyangkal serangan tersebut. TV Suriah melaporkan bahwa berita itu tidak benar dan merupakan 'fitnah yang disulut oleh grup bersenjata' melawan Suriah. Tujuan mereka, tuding pemerintah, adalah untuk bisa dieksploitasi di Dewan Keamanan.
Pemerintah juga menegaskan bahwa mayat-mayat yang ditunjukkan dalam foto amatir dimuat di Facebook dan sejumlah video yang sudah tersebar di dunia maya--yang disebut aktivis adalah jenazah korban serangan--adalah palsu dan sengaja untuk menyerang otoritas.. Padahal, imbuh pemerintah, itu adalah tubuh yang diculik oleh 'grup teroris bersenjata' kemudian sengaja memfilmkan mereka sebagai korban.
Dua kelompok oposisi utama, Pengamat HAM Suriah dan Komite Kordinasi lokal yang sama-sama berbasis di Inggris, mengatakan jumlah korban tewas di Homs kini mencapai lebih dari 200 orang dan termasuk wanita, anak-anak. Mereka dibombardir oleh peluru mortal pada Jumat lalu.
Lebih dari setengah yang tewas, sekitar 140 orang, dilaporkan terbunuh di lingkungan Khaldiyeh. "Ini adalah serangan terburuk sejak pergolakan dimulai pada Maret hingga kini" ujar kepala Pengamat HAM, Rami Abdul Rahmad, yang selalu melacak jumlah korban dan kekerasan lewat kontak-kontak di lapangan.
Laporan itu memang belum bisa dikonfirmasi secara independen. Juga belum jelas siapa yang melakukan seranga. Namun muncul laporan bahwa sejumlah tentara yang membelot membuat titik pemeriksaan di area tersebut dan berupaya mengambil alih kendali dari tentara Suriah.
Serangan keras di Homs, yang lama menjadi titik utama oposisi selama revolusi, terjadi ketika Dewan Keamanan PBB, menyiapkan voting untuk draf resolusi yang mendukung seruan Arab kepada Presiden Bashar Assad untuk menyerahkan kekuasaan.
Pemerintah Suriah, seperti biasa, menyangkal serangan tersebut. TV Suriah melaporkan bahwa berita itu tidak benar dan merupakan 'fitnah yang disulut oleh grup bersenjata' melawan Suriah. Tujuan mereka, tuding pemerintah, adalah untuk bisa dieksploitasi di Dewan Keamanan.
Pemerintah juga menegaskan bahwa mayat-mayat yang ditunjukkan dalam foto amatir dimuat di Facebook dan sejumlah video yang sudah tersebar di dunia maya--yang disebut aktivis adalah jenazah korban serangan--adalah palsu dan sengaja untuk menyerang otoritas.. Padahal, imbuh pemerintah, itu adalah tubuh yang diculik oleh 'grup teroris bersenjata' kemudian sengaja memfilmkan mereka sebagai korban.
Dua kelompok oposisi utama, Pengamat HAM Suriah dan Komite Kordinasi lokal yang sama-sama berbasis di Inggris, mengatakan jumlah korban tewas di Homs kini mencapai lebih dari 200 orang dan termasuk wanita, anak-anak. Mereka dibombardir oleh peluru mortal pada Jumat lalu.
Lebih dari setengah yang tewas, sekitar 140 orang, dilaporkan terbunuh di lingkungan Khaldiyeh. "Ini adalah serangan terburuk sejak pergolakan dimulai pada Maret hingga kini" ujar kepala Pengamat HAM, Rami Abdul Rahmad, yang selalu melacak jumlah korban dan kekerasan lewat kontak-kontak di lapangan.
Laporan itu memang belum bisa dikonfirmasi secara independen. Juga belum jelas siapa yang melakukan seranga. Namun muncul laporan bahwa sejumlah tentara yang membelot membuat titik pemeriksaan di area tersebut dan berupaya mengambil alih kendali dari tentara Suriah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar