Sabtu, 25 Februari 2012

PROVOKATIF, "HARI MENGINJAK AL-QUR'AN SEINDONESIA"

Hari Menginjak Quran SeIndonesia


Vernica Hayakana (INILAH AKUN MUSUH AL-QUR'AN ITU)
    • 5 Mei 2012
    • 0:00 sampai 3:00
      Tanggal 5 Mei 2006, seorang pengajar cerdas di IAIN Sunan Ampel pernah melakukan sesuatu yang luar biasa mencerahkan..

      Ialah Sulhawi Ruba yang berprofesi sebagai dosen agama Islam, beliau mengatakan tulisan pada kertas (Al-Quran) bukan wahyu tapi hasil budaya. Menurutnya yang disebut Al-Quran adalah wahyu yang masuk ke hati Rasulullah. "Sebagai budaya, posisi Al-Quran tidak berbeda dengan rumput," ujarnya. Ia lalu menuliskan lafaz Allah pada secarik kertas sebesar telapak tangan dan MENGINJAKNYA DENGAN SEPATU. "Al-Quran dipandang sakral secara substansi, tapi tulisannya tidak sakral," katanya..

      Dosen yang berusia 51 tahun tersebut mengatakan, Al-Quran sebagai kalam Allah adalah makhluk ciptaan-Nya, sedangkan Al-Quran sebagai mushaf adalah budaya karena bahasa Arab, huruf hijaiyah, dan kertas merupakan hasil karya cipta manusia. "Sebagai budaya, Al-Quran tidak sakral. Yang sakral adalah kalamullah secara substantif," tuturnya.
      ______________________________

      Sejak kejadian tersebut mari kita berpikir cerdas bahwa Quran hanyalah kertas usang yang ditulisi dengan huruf cacing Arab, dan mari kita resmikan tanggal 5 Mei sebagai HARI MENGINJAK AL-QURAN..

Tatkala Asma Allah Diinjak (kasus Sulhawi Ruba IAIN)

A.Dharmawan
(Dokumentasi : Fri, 02 Jun 2006 02:34:55 -0700)


Sulhawi Ruba (GATRA/Mujib Rahman)SULHAWI Ruba, 51 tahun, keluar dari ruang rapat senat khusus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Jalan Ahmad Yani, Surabaya, dengan raut wajah menegang. Tak ada tawa dan canda, sebagaimana penampilannya sehari-hari. Tatapan matanya menerawang jauh ke depan, sembari memikirkan apa yang akan dilakukan di hari-hari berikutnya. Siang itu, Rabu pekan lalu, Rektor IAIN Prof. Dr. Ridwan Nasir, MA, menjatuhkan putusan skorsing enam bulan. "Saya menerima. Itu konsekuensi yang harus diterima," katanya kepada Gatra, usai menerima putusan tersebut.

Skorsing yang diterima Sulhawi bermula pada perkuliahan 5 Mei lalu. Waktu itu, ia mengajar mata kuliah sejarah peradaban Islam (SPI) pada mahasiswa semester II. Di hadapan 20 mahasiswa fakultas dakwah itu, ia menerangkan posisi Al-Quran sebagai hasil budaya manusia. "Sebagai budaya, posisi Al-Quran tidak berbeda dengan rumput," ujarnya. Ia lalu menuliskan lafaz Allah pada secarik kertas sebesar telapak tangan dan menginjaknya dengan sepatu. "Al-Quran dipandang sakral secara substansi, tapi tulisannya tidak sakral," katanya setengah berteriak, dengan mata yang sedikit membelalak.

Meski atraksi yang dilakukan sudah jamak terjadi, baru kali ini Sulhawi kena getahnya. Ia dilaporkan oleh mahasiswanya ke rektor. Rapat senat khusus yang dipimpin rektor pun digelar. Sulhawi dihadirkan untuk memberi klarifikasi dan pembelaan. Hasilnya: enam bulan skorsing.

Menurut Sulhawi, Al-Quran sebagai kalam Allah adalah makhluk ciptaan-Nya, sedangkan Al-Quran sebagai mushaf adalah budaya karena bahasa Arab, huruf hijaiyah, dan kertas merupakan hasil karya cipta manusia. "Sebagai budaya, Al-Quran tidak sakral. Yang sakral adalah kalamullah secara substantif," tuturnya. Ia mengaku tidak bermaksud melecehkan ketika menginjak ayat Al-Quran. "Saya hanya berusaha memberi penegasan bahwa tulisan Arab adalah budaya," katanya. "Jangankan Al-Quran, buku tulis saja tidak layak dilecehkan," imbuhnya.

Di dunia akademis, wacana yang diusung Sulhawi bukanlah hal baru. Diskursus Al-Quran adalah makhluk menjadi polemik selama 1.400 tahun sejak zaman Khulafaur Rasyidin. Salah satu martirnya adalah ulama hadis yang masyhur, Imam Ahmad Ibn Hambal, yang hidup pada masa kekuasaan Khalifah Al-Ma'mun dari Bani Umaiyah tahun 863 M di Damaskus, Suriah.

Ulama mazhab yang karismatik itu dipenjara karena bersikeras tentang pendapatnya bahwa Al-Quran bukanlah makhluk. Penguasa yang tidak sepaham dengan pendapat ini memenjarakannya hingga ia menjemput ajal. Pendapat Hambali hingga kini menjadi pemahaman utama yang dianut mayoritas kalangan Islam. Mayoritas aliran Islam menilai kalamullah menempel pada zat-Nya. Jadi, bukan kreasi Allah atau makhluk.

Menurut Direktur Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, Prof. Dr. Ahmad Zahro, MA, Al-Quran dalam arti tulisan, bahasa, dan kertas adalah produk manusia. "Tapi, karena itu merupakan manifestasi dari esensi wahyu, maka serta-merta ia menjadi mulia," ia menyimpulkan.

Ustad Hartono Ahmad Jaiz, seorang pengkaji aliran-aliran dalam Islam, juga punya penilaian. "Menginjak itu diperbolehkan kalau disuruh. Tapi, kalau tak disuruh, malah ada makna penghinaannya," katanya. Ia memberi contoh, kalau seseorang menginjak-injak orangtua tanpa disuruh, itu penghinaan. "Tapi, kalau anak kecil yang disuruh orangtua tersebut menginjak-injak tubuhnya, itu punya makna memijit," paparnya. "Lafaz Allah yang diinjak-injak, jelas itu penghinaan," ujarnya. "Perbuatan tersebut menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah kehilangan argumentasinya, dan tidak ilmiah," ia menambahkan.

Sulhawi akhirnya menyadari. "Semua pendapat dan perkataan itu saya cabut," tulisnya dalam surat klarifikasi. Lalu, apa yang akan dilakukan selama masa skorsing? "Saya akan mengisi pengajian dan khotbah Jumat di masjid-masjid," kata ayah tiga anak yang telah menjadi dosen di almamaternya selama 21 tahun itu.


1 komentar:

  1. Udah bosen punya dapet Rizqi Hidup & Kehidupan kali ni orang ya, Lafadz Allah di injek, keren bener dah... Subhanallah

    BalasHapus